Rabu, 26 September 2012 | 12:09 WIB
Masih ingat Gilang Perdana? Pelajar SMA 6 yang sangat bangga
telah memukuli wartawan Trans7 Oktaviardi. Itu terjadi saat Oktaviardi
meliput tawuran pelajar SMA 6 melawan SMA 70 pada September 2011.
Dan pada Senin kemarin, 24 September 2012, tawuran antarpelajar SMA
kembali pecah di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Pesertanya
lagi-lagi para siswa dari SMA 6 dan SMA 70. Seorang pelajar SMA 6
bernama Alawy Yusianto Putra, meninggal sebagai korban. Tiga orang lagi
luka-luka.
Perkelahian siswa SMA 6 dan SMA 70 sudah berjalan cukup lama dari
generasi ke generasi. Kedua institusi pendidikan itu sebenarnya termasuk
sekolah favorit.
Pada 5 Oktober 1981, di kawasan Bulungan ada tiga SMA yaitu 6, 9 dan
11. Ketika itu terjadi sering terjadi tawuran antara siswa SMA 7 dan SMA
9. Untuk meredakan aksi kekerasan itu, kemudian kedua sekolah digabung
menjadi SMA 70.
Sejak itu, perkelahian antarapelajar di seputaran Bulungan menjadi
reda. Era 1990-an, perkelahian bergeser ke wilayah lain di Jakarta
danpinggiran ibukota, biasanya melibatkan pelajar STM dan sekolah
swasta.
Entah mengapa, setelah era 2000-an, muncul lagi tradisi tawuran di
seputaran Bulungan yang melibatkan SMA 6 dan SMA 70, bahkan sampai
menelan korban meninggal. Pembicaraan tentang kekerasan di kalangan
pelajar tersebut menjadi pembicaraan yang cukup hangat di media massa
dan jejaring sosial.
Sebagaimana diberitakan Solopos.com sebelumnya polisi mengungkapkan
terduga pelaku pembacokan siswa SMAN 6, Alawy Yusianto Putra, adalah FT,
siswa SMAN 70, yang memiliki catatan kriminal dan dua kali tidak naik
kelas meskipun sekolahnya kategori unggulan.
Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Hermawan mengatakan
kepolisian tengah mengejar FT yang diduga kabur setelah melakukan
pembacokan Awaly. Namun, polisi telah mengamankan barang bukti tindakan
kriminal tersebut.
“Yang diduga pelaku berinisial FT, itu umurnya sudah dewasa dan dua
kali tidak naik kelas,” ujarnya kepada pers di Jakarta, Selasa
(25/9/2012).
Dia mengungkapkan FT memiliki catatan kriminal yang mengakibatkan
korban meninggal dunia. Menurutnya, FT pernah disangkakan pasal 170 KUHP
tentang pengeroyokan bersama-sama dan pasal 351 KUHP tentang
pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Namun, dalam kasus tersebut FT lolos dari jerat hukum. Anehnya pelapor
mencabut tuntutan kepada FT. Tak ada penjelasan kenapa pelapor melakukan
pencabutan tuntutan. “Cuma pelapornya mencabut laporan dan gugatannya,”
kata Hermawan.
Kali ini FT kemungkinan dikenai tuntutan yang hampir sama, yakni pasal
170 KUHP ayat 2 dengan ancaman 12 tahun penjara. Selain itu, pasal 351
ayat 3 karena menyebabkan korban meninggal dunia dengan ancaman 7 tahun
penjara dan pasal 338 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
“Saksi yang lihat pembunuhan itu cuma 1 orang, tidak terlihat orang
lain yang memukul korban. Makanya pasal 338 yang dimasukkan. Kalau pasal
170 itu kan bersama,” terangnya.
Perkelahian antara siswa SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta pecah di kawasan
Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2012). Tawuran itu menyebabkan
Alawy, 15, siswa SMAN 6 kelas X, tewas akibat luka sabetan benda tajam
di bagian dada.
Padahal Alawy tidak melakukan tawuran. Dia tengah makan di sekitar
lokasi. Pada saat kejadian, dia mencoba menyelamatkan diri bersama
temannya. Namun, siyalnya siswa belia itu terjatuh dan ditebas oleh FT.
Polisi saat ini masih memburu FT yang diduga kabur setelah melakukan
pembacokan. Namun, polisi telah mengamankan golok yang diduga dipakai
melakukan pembacokan.
“Pelaku sampai sekarang belum ketangkap. Posisi dia di mana, itu belum
diketahui. Sekarang polisi sedang memburu pelaku,” kata Hermawan.
Apabila FT pernah melakukan tindakan kriminal dan tidak naik kelas,
tentu kontradiksi dengan status SMAN 70 yang berstatus sekolah unggulan.
Pasalnya siswa apabila tak naik kelas sekali bakal diminta keluar,
sesuai dengan perjanjian awal masuk sekolah.(SOLOPOS/api)